Kenapa Brand Sudah Aktif di Sosial Media, Tapi Engagement Masih Dingin?

Sudah rajin posting setiap minggu. Caption-nya dibuat catchy. Visualnya pun keren dan estetik. Tapi, anehnya jumlah like, komen, atau share tetap saja sepi. Kalau kamu merasa ini seperti cerita akun brand-mu, kamu tidak sendirian.
Banyak brand yang aktif di sosial media,tapi justru kehilangan hal paling penting: social media engagement. Padahal engagement bukan sekadar angka ia cermin seberapa kuat hubungan brand dengan audiensnya.
1. Posting Bukan Berarti “Hadir”
Banyak brand berpikir, selama mereka rutin posting, berarti sudah aktif di media sosial. Padahal, algoritma platform seperti Instagram, TikTok, dan LinkedIn kini jauh lebih pintar. Mereka tidak hanya menilai seberapa sering kamu posting, tapi juga seberapa bermakna interaksi yang terjadi.
Artinya, kalau kontenmu tidak memicu reaksi emosional, komentar, atau diskusi, maka akan tenggelam di antara ribuan konten lain.
Aktif di sosial media bukan berarti ramai posting tapi ramai interaksi.
2. Engagement Turun, Bukan Karena Audiens Bosan
Sering muncul pertanyaan klasik: “Kenapa engagement Instagram turun padahal konten kita makin bagus?”
Jawabannya mungkin sederhana: bukan karena audiens bosan, tapi karena mereka tidak lagi merasa dilibatkan.
Banyak konten brand terasa seperti monolog brand bicara, audiens hanya menonton. Padahal, algoritma suka percakapan, bukan pengumuman.
Coba tanya: kapan terakhir kali kontenmu membuat orang ingin membalas, menantang, atau sekadar menambahkan opini?
3. Storytelling: Bukan Cuma Tentang Produk, Tapi Perasaan
Salah satu strategi konten media sosial paling ampuh untuk meningkatkan engagement adalah storytelling.
Namun bukan sembarang cerita yang audiens cari adalah koneksi. Mereka ingin merasa bahwa brand memahami mereka, bukan sekadar menjual.
Misalnya, brand F&B yang tidak hanya mempromosikan menu baru, tapi juga bercerita tentang perjuangan tim dapur, pelanggan pertama yang datang, atau momen lucu di balik layar.
Cerita seperti ini membangun kedekatan emosional yang tak bisa dikejar dengan promosi terus-menerus.
4. Visual Boleh Menarik, Tapi Interaksi yang Menghidupkan
Visual yang keren memang penting. Tapitanpa interaksi, visual hanya berhenti jadi pajangan.
Coba sisipkan tips konten interaktif brand seperti:
- Polling ringan di Instagram Story (“Tim pedas atau tidak pedas?”)
- Mini kuis di kolom komentar (“Coba tebak menu baru kami dari emoji ini 🍜🔥”)
- Tantangan kecil (“Upload versi kamu dengan hashtag #BrandChallenge”)
Kunci dari cara meningkatkan engagement sosial media bukanlah formula ajaib, tapi keberanian untuk melibatkan audiens secara langsung.
5. Konsistensi Tanpa Strategi = KontenTanpa Arah
Konsistensi memang penting, tapi tanpa arah yang jelas, ia bisa jadi jebakan. Banyak brand yang posting terus tanpa tahu:
- Siapa target audiens sebenarnya
- Apa pesan utama brand, dan
- Apa tujuan dari setiap konten yang diunggah.
Strategi bukan berarti harus rumit. Kadang cukup dengan content pillar sederhana: edukasi, hiburan, dan inspirasi.
Dari situ, semua konten bisa mengalir dengan tone yang konsisten dan engagement pun naik secara alami.
6. Jangan Takut “Human Touch”
Di balik setiap brand, ada manusia. Dan dibalik setiap akun, ada manusia juga yang membaca. Itulah mengapa, semakin manusiawi kontenmu, semakin besar kemungkinan orang mau berinteraksi.
Berhentilah terdengar seperti “korporasibesar yang berbicara ke massa”. Mulailah terdengar seperti seseorang yang bercerita pada teman: hangat, ringan, dan jujur.
Caption sederhana seperti, “Siapa yang relate sama momen ini?” kadang jauh lebih efektif daripada copy panjang penuh jargon.
7. Engagement Bukan Tujuan, Tapi Dampak
Akhirnya, engagement bukan angka yang bisa dipaksa. Ia adalah hasil dari konsistensi membangun hubungan, mendengarkan audiens, dan menghadirkan nilai lewat setiap postingan.
Ketika brand berhenti berbicara hanya tentang dirinya, dan mulai berbicara dengan audiensnya saat itulah engagement akan datang secara alami.
Jadikan Media Sosial Tempat Bertumbuh, Bukan Sekadar Berteriak
Social media bukan papan reklame digital. Ia adalah ruang dua arah, tempat brand bisa tumbuh bersama audiensnya.
Mulailah dengan bertanya, mendengar, dan membangun koneksi. Karena pada akhirnya, orang tidak akan mengingat seberapa sering kamu posting, tapi bagaimana kamu membuat mereka merasa dilibatkan.
Dan jika strategi, ide, atau arah konten mulai terasa buntu mungkin itu tanda untuk berhenti sejenak, mengevaluasi, dan menata ulang arah komunikasi brand di dunia digital. Engagement yang hangat dimulai dari niat untuk benar-benar berbicara, bukan sekadar tampil.
recent news



